Jumat, 12 September 2014

KDM eliminasi (KDPK)

BAB II
PEMBAHASAN




Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau alvi (buang air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).

A.    Eliminasi Urine
Gangguan eliminasi urine adalah kondisi ketika individu yang mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Gangguan Eliminasi Urine mungkin merupakan diagnosis yang terlalu luas untuk digunakan secara efektif di klinik. Oleh karena itu, perawat sebaiknya menggunakan diagnosis yang lebih spesifik, seperti Inkontinensia Stres, jika memungkinkan, jika faktor penyebab atau faktor penunjang inkontinensia belum teridentifikasi, untuk sementara perawat dapat menuliskan diagnosis Gangguan Eliminasi Urine yang berhubungan dengan etiologi yang tidak diketahui, yang ditandai dengan inkontinensia.
Perawat melakukan pengkajian fokus untuk menentukan apakah inkontinensia bersifat sementara, yakni dalam merespons kondisi akut (mis., infeksi, efek samping obat), atau ditetapkan dalam merespons berbagai kondisi persarafan atau genitourinaria kronis (Miller, 1999). Selain itu, perawat harus membedakan jenis-jenis inkontinensia: fungsional, stres, urgensi, atau total. Diagnosis Inkontinensia Total tidak boleh digunakan kecuali seluruh jenis inkontinensia lain telah disingkirkan.
Kesalahan Dalam Pernyataan Diagnostik
Gangguan Eliminasi Urine yang berhubungan dengan diversi pembedahan
Diagnosis ini mewakili label baru untuk urostomi, dan tidak berfokus pada akontabilitas keperawatan. Pada klien urostomi perlu dilakukan pengkajian tentang pengaruh urostomi terhadap pola fungsional dan fungsi fisiologis. Bagi klien tersebut, masalah kolaborasi Komplikasi Potensial: Obstruksi stoma dan Komplikasi Potensial: Kebocoran urine internal, dan diagnosis keperawatan seperti Risiko Gangguan Citra Tubuh dan Risiko Gangguan Pemeliharnan Kesehatan, dapat diterapkan.
Gangguan Eliminasi Urine yang berhubungan dengan gagal ginjal.
Diagnosis ini merupakan nama pengganti untuk gagal ginjal dan tidak sesuai untuk dijadikan diagnosis keperawatan. Dengan demikian, diagnosis Kelebihan Volume Cairan yang berhubungan dengan gagal ginjal akut juga tidak tepat. Gagal ginjal menyebabkan munculnya berbagai diagnosis keperawatan, baik aktual maupun potensial, seperti Risiko lnfeksi dan Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi, serta masalah kolaborasi, seperti Komplikasi Potensial: Ketidakseimbangan cairan elektrolit dan Komplikasi Potensial: Asidosis metabolik.



B.     Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Eliminasi
Ada beberapa faktor yang memengaruhi eliminasi feses dan urine. Faktor tersebut antara lain:

a. Usia
Usia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi feses dan urine saja, tetapi juga berpengaruh terhadap kontrol eliminasi itu sendiri. Anak-anak masih belum mampu untuk mengontrol buang air besar maupun buang air kecil karena sistem neuromuskulernya belum berkembang dengan baik. Manusia usia lanjut juga akan mengalami perubahan dalam eliminasi tersebut. Biasanya terjadi penurunan torus otot, sehingga peristaltik menjadi lambat. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam pengontrolan eliminasi feses, sehingga pada manusia usia Ian jut berisiko mengalami konstipasi. Begitu pula pada eliminasi urine, terjadi penurunan kontrol otot sphincter sehingga terjadi inkontinensia.

b. Diet
Makanan merupakan faktor utama yang berpengaruh pada eliminasi fekal dan urine. Makanan berserat sangatlah diperlukan untuk pembentukan feses. Makanan yang rendah serat menyebabkan pergerakan sisa digestif menjadi lambat mencapai rektum, sehingga meningkatkan penyerapan air. Hal ini berakibat terjadinya konstipasi. Makan yang teratur sangat berpengaruh pada keteraturan defekasi.
Di samping itu, pemilihan makanan yang kurang memerhatikan unsur manfaatnya, misalnya jengkol, dapat menghambat proses miksi. Jengkol dapat menghambat miksi karena kandungan pada jengkol, yaitu asam jengkolat, dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan menyumbat saluran kemih sehingga pengeluaran urine menjadi terganggu. Selain itu, urine juga dapat Menjadi bau jengkol.
Malnutrisi menjadi dasar terjadinya penurunan tonus otot, sehingga mengurangi kemampuan seseorang untuk mengeluarkan feses maupun urine. Selain itu, yang paling penting akibat malnutrisi terhadap eliminasi fekal dan urine adalah menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi yang menyerang pada organ pencernaan maupun organ perkemihan.

c. Cairan
Intake cairan berpengaruh pada eliminasi fekal dan urine. Bila intake cairan tidak adekuat atau output cairan yang berlebihan, maka tubuh akan mengabsorbsi cairan dari usus besar dalam jumlah besar. Hal tersebut menyebabkan feses menjadi keras, kering, dan sulit melewati saluran pencernaan. Pada eliminasi urine, kurangnya intake cairan menyebabkan volume darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi menjadi berkurang sehingga urine menjadi berkurang dan lebih pekat.

d. Latihan fisik
Latihan fisik membantu seseorang untuk mempertahankan tonus otot. Tonus otot yang baik dari otot-otot abdominal, otot pelvis, dan diafragma sangat penting bagi defekasi dan miksi. Latihan fisik juga merangsang terhadap timbulnya peristaltik.
e. Stres psikologi
Stres yang berlebihan akan memengaruhi eliminasi fekal dan urine. Ketika seseorang mengalami kecemasan atau ketakutan, terkadang ia akan mengalami diare ataupun beser. Namun, adapula yang menyebabkan sulit buang air besar.
f. Temperatur
Eliminasi dipengaruhi oleh temperatur tubuh. Seseorang yang demam akan mengalami peningkatan penguapan cairan tubuh karena meningkatnya aktivitas metabolik. Hal tersebut menyebabkan tubuh akan kekurangan cairan sehingga dampaknya berpotensi terjadi konstipasi dan pengeluaran urine menjadi sedikit. Selain itu, demam juga dapat memengaruhi terhadap nafsu makan yaitu terjadi anoreksia, kelemahan otot, dan penurunan intake cairan.
Poin-poin pengkajian berikut ini berhubungan dengan berbagai aspek eliminasi urine. Perawat memilih poin yang sesuai dengan teknik tertentu yang akan dilaksanakan. Kaji pola frekuensi berkemih klien yang biasa. Tanyakan berapa kali rata-rata klien berkenmih setiap harinya.
C.    Organ yang berperan dalam Eliminasi Urine
a.       Ginjal
Merupakan organ retropenitoneal (di belakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal
sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagi pengatur komposisi dan pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur dan berkisar waktu makan.
b.      Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari
              - Hari pertama & kedua dari kehidupan 15 – 60 ml
- Hari ketiga – kesepuluh dari kehidupan 100 – 300 ml
- Hari kesepuluh – 2 bulan kehidupan 250 – 400 ml
- Dua bulan – 1 tahun kehidupan 400 – 500 ml
- 1 – 3 tahun 500 – 600 ml
- 3 – 5 tahun 600 – 700 ml
- 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
              - 8 – 14 tahun 800 – 1400 ml
- 14 tahun – dewasa 1500 ml
- Dewasa tua 1500 ml / kurang
- Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24 
jam pada orang dewasa, maka perlu lapor.
c.    Warna
Normal urine berwarna kekuning-kuningan, obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit.
d.   Bau
Normal urine berbau aromatik yang memusingka. Bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu.
e.       Berat jenis
Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml dan normal berat jenis : 1010 – 1025.
f.       Kejernihan
Normal urine terang dan transparan. Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus atau pus. pH : Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5). Urine yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri Vegetarian urinennya sedikit alkali.

g.      Protein
Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin, fibrinogen, globulin, tidak tersaring melalui ginjal —- urine. Pada keadaan kerusakan ginjal, molekul-molekul tersebut dapat tersaring urine, adanya protein didalam urine disebut proteinuria, adanya albumin dalam urine disebut albuminuria.
h.      Darah
Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak jelas. Adanya darah dalam urine disebut hematuria.
i.        Glukosa
Normal adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila hanya bersifat sementara, misalnya pada seseorang yang makan gula banyak menetap pada pasien DM. Adanya gula dalam urine disebut glukosa

D.    Gangguan / Masalah Eliminasi Alvi
a.       Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
b.      Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami
pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mula dan muntah
c.       Inkontinesia usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan
dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
d.      Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas
berlebihan dalam lambung atau usus
e.       Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat
peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain
f.       Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

E.     Faktor yang Memengaruhi Proses Defekasi
a.       Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda.
b.      Diet
Diet, pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat memengaruhi proses defekasi.
Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsipun dapat memengaruhinya
c.       Asupan cairan
Pemasukana cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh  karena itu, proses absopsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
d.      Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot
abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi
e.       Pengobatan
Pengobatan juga dapat memengaruhinya proses defekasi, seperti penggunaan laksantif,
atau antasida yang terlalu sering.
f.    Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat
pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/ kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet, etika seseorang tersebut buang air besar di tempat terbuka
atau tempat kotor, maka akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
g.       Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit
tersebut berhubungan langsung dengan system pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
h.      Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan / keinginan untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomi
i.        Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada system sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena
dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.
F.   Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)
a.    Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan
b.    Membantu pasien buang air besar dengan pispot
c.    Memberikan huknah rendah
d.   Memberikan huknah tinggi
e.    Memberikan gliserin
f.    Mengeluarkan feses dengan jari
G.    Diagnosis yang berhubungan dengan eliminasi:
a.       Bowel incontinence (p. 22) atau inkontinensia alvi/faeces. Perubahan pola kebiasaan defekasi. Bisa diakibatkan oleh diare kronis, pola makan, immobilisasi, stres, pengobatan, kurang kebersihan pada saat toileting, dll. Bedakan dengan diagnosis “Diare”. Pada diagnosis ini, faeces biasa, hanya polanya saja yang berubah. Misalnya rutin sehari sekali, karena faktor-faktor yang berhubungan, menjadi dua atau tiga hari sekali. 
b.      Diarrhea (p. 71) atau diare. Data utamanya adalah faeces tidak berbentuk sampai dengan cair. Indokator utamanya adalah buang air besar (cair) minimal tiga kali dalam satu hari. Hasil auskultasi abdomen, kram perut dan nyeri perut merupakan tanda-gejala yang lainnya. Faktor yang berhubungan dibagi menjadi tiga kelompok; fisiologis, psikologis dan situasional. Misalnya karena kecemasan, tingkat stres tinggi, proses peradangan, iritasi, malabsorpsi, keracunan, perjalanan jauh, konsumsi alkohol dan pengaruh radiasi.  
c.       Impaired urinary elimination (p. 234) atau gangguan eliminasi urin. Karakteristiknya: disuria, frekuensi buang air kecil meningkat, hesitansi, inkontinensia, nokturia. Di NANDA memang agak sedikit rancu. Salah satu karakteristik yang disebutkan untuk diagnosis ini adalah “retention”. Padahal sudah ada diagnosis “Retensi urine”. Sehingga disarankan kalau pasien memang mengalami retensi urin, langsung diangkat saja menjadi diagnosis “Retensi urin”. Untuk mengangkat diagnosis keperawatan “Gangguan eliminasi urin”, perlu dijelaskan gangguan yang mana. Jika pasien mengeluh sering terbangun untuk kencing di malam hari, maka bisa diambil “Gangguan eliminasi urin: nokturia”. Jika pasien beser (buang air kecil tidak terkontrol dan terus menerus), bisa diangkat menjadi “Gangguan eliminasi urin: inkontinensia”. Dan seterusnya, sesuai data yang diperoleh dari pengkajian. 
d.      Readiness for enhanced urinary elimination (p. 235) atau potensial peningkatan eliminasi urine (diagnosis sejahtera).
e.       Urinary retention (p. 236) atau retensi urin. Tidak dapat mengosongkan urin secara lampias. Karakteristiknya: palpasi blader terasa tegang, sakit saat buang air kecil, sampai dengan tidak keluarnya urin sama sekali. Faktor yang berhubungan: kekuatan spincter, tekanan tinggi pada uretral dan adanya hambatan (harus dibuktikan dengan adanya hasil pemeriksaan).  
f.       Constipation (p. 44) atau konstipasi
g.      Perceived constipation (p. 46) atau perkiraan konstipasi (klien mendiagnosis dirinya sendiri menderita konstipasi, biasanya faktor yang berhubungan adalah kepercayaan budaya, kepercayaan keluarga, pemahaman yang salah atau gangguan proses pikir)
h.      Risk for constipation (p. 47) atau resiko konstipasi. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar